Perintah MENGEJAR
AKHIRAT kita ;
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ
(15) أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآَخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ...16
“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Hud [11] : 15-16)
“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Hud [11] : 15-16)
ALLAH berfirman :
“Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat, akan Kami tambahkan
keuntungan itu baginya, dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan dunia, Kami
berikan kepadanya sebagian darinya (keuntungan dunia), tetapi dia tidak akan
mendapat bagian di akhirat”. (Q.S As-Syura : 20).
Maka coba lihat dan
baca hadist ini. Dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu beliau berkata: Kami mendengar
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa yang (menjadikan) dunia tujuan utamanya maka Allah
akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kemiskinan/tidak pernah merasa
cukup (selalu ada) di hadapannya, padahal dia tidak akan mendapatkan (harta
benda) duniawi melebihi dari apa yang Allah tetapkan baginya. Dan barangsiapa
yang (menjadikan) akhirat niat (tujuan utama)nya maka Allah akan menghimpunkan
urusannya, menjadikan kekayaan/selalu merasa cukup (ada) dalam hatinya, dan
(harta benda) duniawi datang kepadanya dalam keadaan rendah (tidak bernilai di
hadapannya)“. HR Ibnu Majah (no. 4105), Ahmad (5/183), ad-Daarimi
(no. 229), Ibnu Hibban (no. 680) dan lain-lain dengan sanad yang shahih,
dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban, al-Bushiri dan syaikh al-Albani.